Alkisah Temanggung Sempung sudah mengambil Nyai
Nunjang menjadi istrinya dan di anugerahi seorang putri yang diberi nama Nyai
Undang, seorang putri yang sangat cantik parasnya, seperti dewi turun dari kayangan.
Maka Temanggung Sempung bermaksud akan mengambil Sangalang anaknya Mereng cucu
dari Karangkang menjadi menantunya.
Maka tersiarlah kabar dimana-mana akan kecantikan
Nyai Undang itu, dan berita itu pun sampailah kepada Raja Laut namanya Sawang.
Maka datanglah Raja Sawang dengan balatentaranya, dengan maksud untuk mengawini
Nyai Undang tersebut. Dan dia berjanji dengan semua balatentaranya, jika
maksudnya untuk mengawini Nyai Undang itu tidak diterima, maka dia akan
mengumumkan perang dengan kota Pulau Kupang itu.
Singkat cerita, dengan di iringi tempik sorak dan
teriakan dari para pengiringnya, maka sampailah Raja Sawang di istana Nyai
Undang tersebut. Tetapi malang akan tiba, waktu Raja Sawang akan melangkahkan
kaki nya diatas Kayu-Nyilu dipintu gerbang istana, maka Raja Sawang terus
jatuh, lemah lunglai segala sendi anggota tubuhnya, seperti orang yang tidak
bertenaga lagi. Melihat akan hal yang demikian itu maka Nyai Undang lalu
mengambil Dohong Raca Holeng Joha, Kahajun Duun Suna Taja Panulang Karing,
Hitan Iung Pundan, Sanaman Mantikei dari hulu Katingan Kuman Rahaâ. Oleh
karena Sawuh (mengamuk) Nyai Undang terus turun mengamuk, semua balatentara
Raja Sawang yang ada di Banama dibunuhnya. Balatentara Raja Sawang menderita
kekalahan dan menyerah. Dan mereka yang hidup dijadikan tawanan dan dijadikan
jipen atau budak beliannya.
Dari rakyat Raja Sawang dan Raja Nyaliwan (Raja
Utara) yang masih hidup ada beberapa orang yang masih dapat melarikan diri dan
membawa kabar tentang jalannya pertempuran. Setelah mendengar kabar inilah maka
seluruh rakyat Raja Sawang berjanji akan menuntut balas untuk kematian Rajanya.
Semua balatentara Raja Sawang yang menjadi tawanan tadi akhirnya kimpoi
mengawin dengan suku dayak, sehingga mereka menjadi satu turunan yang besar
yang akhirnya juga menjadi nenek moyang dari suku bakumpai ialah Tamanggung
Pandung Tandjung Kumpai Dohong, dari suku barangas ialah Suan Ngantung Rangas
Tingang, dari suku alalak ialah Imat Andjir Serapat.
Kabar bahwa Kerajaan Raja Sawang akan menyerang kota
Pulau Kupang sampai pula ke Nyai Undang. Maka Nyai Undang mengirimkan utusannya
ke Tumbang Pajangei. Dan bersama dengan utusannya itu dikirmkannya pula
sebatang Lonjo Bunu atau tombak Bunu sebagai surat. Pesannya itu dikirimkannya
kepada Rambang, Ringkai, Tambun, Bungai di Tumbang Pajangei. Yang mana maksud
dari Tombak Bunu itu adalah meminta bala bantuan untuk berperang.
Dengan tidak berpikir panjang dan membuang-buang
waktu lagi Rambang, Ringkai membawa Temanggung Bungai Andin Sindai anak Temanggung
Sempung yang paling berani dan gagah perkasa, serta Raja Tambun Tandjung
Ringkin Duhong anak Serupoi. Keduanya adalah pahlawan yang pangkamenteng
pangkamamute. Karena kedua pahlawan ini belum pernah satu kalipun mengalami
kekalahan.
Adapun nama-nama para panglima dari Kalteng yang turut serta untuk membela Pulau Kupang
adalah:
1. Njaring anak Ingoi dari Hulu Miri
2. Bungai anak Ramping dari Tumbang Miri
3. Temanggung Kandeng keponakan Piak Batu Nocoi
Riang Naroi
4. Isoh Batu Nyiwuh
5. Etak kampong Tewah
6. Temanggaung Handjungan dari Sare Rangan
7. Temanggung Basi Atang dari Penda Pilang
8. Temanggung Sekaranukan dari Tumbang Manyangen
9. Temanggung Renda dari Baseha
10. Temanggung Rangka dari Tumbang Rio
11. Temanggung Kiting dari Tanjung Riu
12. Temanggung Lapas dari kampung Baras Tumbang
Miwan
13. Temanggung Basir Rumbun dari teluk Haan
14. Temanggung Hariwung dari Tumbang Danau
15. Temanggung Dahiang bapa Buadang dari Sepang
Simin
16. Temanggung Ringkai dan Tombong dari Tangkahen
17. Temanggung Uhen dari kampung Manen
18. Temanggung Kaliti dari Rawi
19. Rakau Kenan dari Tumbang Rungan
20. Temanggung Kandang Henda Pulang dari Sugihan
(Guhong)
21. Temanggung Andin dari Pulau Kantan
Tiada berapa lamanya berkat kerjasama dan saling
mengerti satu akan yang lainnya, maka siaplah kota itu lengkap dengan
persenjataannya. Dan diberilah nama oleh mereka akan kota itu “Kota Pematang
Sawang†yang selalu siap sedia menerima kedatangan musuh. Istana tempat Nyai
Undang dikepalai oleh Temanggung Rambang. Semua Panglima Perang dari sungai
Barito, Kapuas, Kahayan, Katingan , Seruyan telah berkumpul didalam kota itu.
Semua menjadi satu dengan tekad dan satu dasar ialah kerjasama yang erat. Tidak
berapa lamanya, musuh(asang) pun datanglah. Jumlah Asang yang datang itu kurang
lebih 10.000 orang banyaknya.
Sebelum peperangan dimulai maka Temanggung Rambang dan Temanggung Ringkai menenung sambil menyanyi. Maka dengan tiba-tiba datanglah burung Elang dan memberi tanda menang. Dengan tidak takut akan maut, mereka melawan dan menyerang musuh yang jauh lebih besar jumlahnya dari mereka. Dengan alat-alat senjata yang ada dan segala pusaka dari nenek moyang suku Dayak pertempuran berlangsung dengan seramnya. Darah mengalir dari tubuh balatentara musuh yang mati, membasahi tanah dan menjadikan air sungai berubah menjadi merah warnanya. Tetapi Panglima-Panglima suku Dayak semuanya tidak ada satu orang pun yang luka atau mati terbunuh oleh senjata musuh, karena mereka memakai pusaka dari Ranying.
Melihat akan ketangkasan serta keunggulan dari balatentara Nyai Undang yang pantang mundur itu, maka akhirnya mereka menyerah dengan marup. Di dalam peperangan yang demikian sengitnya itu, Temanggung Rambang lah yang sangat berjasa karena dia dapat memotong kepala asang tersebut. Semua kepala pasukan musuh mati terbunuh.
Setelah peperangan selesai maka di adakan lah pesta besar untuk memalas Temanggung Rambang dengan darah ayam, babi, sapid an darah orang yang dibunuhnya tadi, supaya tidak tulah karena demikianlah Adat Dayak. Selagi mengadakan pesta itu semua utusan suku Dayak dari seluruh Kalimantan di undang. Dalam pesta itu sudah berkumpul lebih kurang 35 wakil suku Dayak. Yang nama-namanya ada tertulis sebagai berikut:
1. Manan dari hulu Kahayan
2. Londoi dari Tabahoi
3. Djato dari Bahoi
4. Ibong dari Buit Kalimantan Utara
5. Ikuh dari Tinggalan (Tidong)
6. Tingang dari Bukat (Dayak Bukat)
7. Kuit dari hulu Rundit Bt Lupar
8. Parekoi dari Serawai
9. Tunda Luting dari Samba Katingan
10. Dekoi dari Malahoi
11. Unei dari dayak Sahiei
12. Tamban dari Katingan
13. Mahat dari Mahalat
14. Etas dari hulu Kapuas
15. Dalong dari Hampotong
16. Umbing dari Manuhing
17. Tukoh dari Mamaruh
18. Gana dari Mentaya
19. Nuhan dari Saruyan
20. Bakan dari Rungan
21. Sindi dari Miri
22. Bahon dari Bahaun
23. Sawang dari Siang
24. Djohan dari Taran
25. Sota Munan dari Maanyan
26. Pahan dari Kalangan
27. Sakai dari Serawai
28. Manoui dari Rakaoi
29. Punan dari Heban
30. Hinan dari Dusun
31. Djaman dari Kabatan
32. Ritu dari Uru
33. Lati dari Pari
34. Nanau dari Lamandau
Setelah selesai pesta tadi maka sampailah giliran pesta besar lagi untuk mengawinkan Temanggung Sangalang dengan Nyai Undang di Pematang sawang Pulau Kupang. Dan selain itu Mangku Djangkan membikin pesta besar di Pulau Kantan mengawinkan Njaring anak Ingoi dengan Manjang anak Mangku Djangkan, pesta itu tujuh hari tujuh malam lamanya.
Sedikit catatan tentang Pulau Kupang Pematang Sawang. Kota ini turun temurun berganti-ganti orangnya yang menjadi Raja disitu. Dan kotanya juga sering berganti. Hanya dalam tetek tatum tidak diceritakan tentang perubahan kota itu. Jaman sekarang di tempat itu ada terdapat meriam dan bekas peninggalan-peninggalan. Ditempat itu juga sudah diadakan parit yang di namai Terusan Bataguh. Hingga sekarang sering disebut kota Bataguh. Kayu-kayu ulin yang menjadi tiang dan tembok kota itu luasnya tidak kurang dari 5 kilometer persegi.
Sebelum peperangan dimulai maka Temanggung Rambang dan Temanggung Ringkai menenung sambil menyanyi. Maka dengan tiba-tiba datanglah burung Elang dan memberi tanda menang. Dengan tidak takut akan maut, mereka melawan dan menyerang musuh yang jauh lebih besar jumlahnya dari mereka. Dengan alat-alat senjata yang ada dan segala pusaka dari nenek moyang suku Dayak pertempuran berlangsung dengan seramnya. Darah mengalir dari tubuh balatentara musuh yang mati, membasahi tanah dan menjadikan air sungai berubah menjadi merah warnanya. Tetapi Panglima-Panglima suku Dayak semuanya tidak ada satu orang pun yang luka atau mati terbunuh oleh senjata musuh, karena mereka memakai pusaka dari Ranying.
Melihat akan ketangkasan serta keunggulan dari balatentara Nyai Undang yang pantang mundur itu, maka akhirnya mereka menyerah dengan marup. Di dalam peperangan yang demikian sengitnya itu, Temanggung Rambang lah yang sangat berjasa karena dia dapat memotong kepala asang tersebut. Semua kepala pasukan musuh mati terbunuh.
Setelah peperangan selesai maka di adakan lah pesta besar untuk memalas Temanggung Rambang dengan darah ayam, babi, sapid an darah orang yang dibunuhnya tadi, supaya tidak tulah karena demikianlah Adat Dayak. Selagi mengadakan pesta itu semua utusan suku Dayak dari seluruh Kalimantan di undang. Dalam pesta itu sudah berkumpul lebih kurang 35 wakil suku Dayak. Yang nama-namanya ada tertulis sebagai berikut:
1. Manan dari hulu Kahayan
2. Londoi dari Tabahoi
3. Djato dari Bahoi
4. Ibong dari Buit Kalimantan Utara
5. Ikuh dari Tinggalan (Tidong)
6. Tingang dari Bukat (Dayak Bukat)
7. Kuit dari hulu Rundit Bt Lupar
8. Parekoi dari Serawai
9. Tunda Luting dari Samba Katingan
10. Dekoi dari Malahoi
11. Unei dari dayak Sahiei
12. Tamban dari Katingan
13. Mahat dari Mahalat
14. Etas dari hulu Kapuas
15. Dalong dari Hampotong
16. Umbing dari Manuhing
17. Tukoh dari Mamaruh
18. Gana dari Mentaya
19. Nuhan dari Saruyan
20. Bakan dari Rungan
21. Sindi dari Miri
22. Bahon dari Bahaun
23. Sawang dari Siang
24. Djohan dari Taran
25. Sota Munan dari Maanyan
26. Pahan dari Kalangan
27. Sakai dari Serawai
28. Manoui dari Rakaoi
29. Punan dari Heban
30. Hinan dari Dusun
31. Djaman dari Kabatan
32. Ritu dari Uru
33. Lati dari Pari
34. Nanau dari Lamandau
Setelah selesai pesta tadi maka sampailah giliran pesta besar lagi untuk mengawinkan Temanggung Sangalang dengan Nyai Undang di Pematang sawang Pulau Kupang. Dan selain itu Mangku Djangkan membikin pesta besar di Pulau Kantan mengawinkan Njaring anak Ingoi dengan Manjang anak Mangku Djangkan, pesta itu tujuh hari tujuh malam lamanya.
Sedikit catatan tentang Pulau Kupang Pematang Sawang. Kota ini turun temurun berganti-ganti orangnya yang menjadi Raja disitu. Dan kotanya juga sering berganti. Hanya dalam tetek tatum tidak diceritakan tentang perubahan kota itu. Jaman sekarang di tempat itu ada terdapat meriam dan bekas peninggalan-peninggalan. Ditempat itu juga sudah diadakan parit yang di namai Terusan Bataguh. Hingga sekarang sering disebut kota Bataguh. Kayu-kayu ulin yang menjadi tiang dan tembok kota itu luasnya tidak kurang dari 5 kilometer persegi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jika ada Cerita yang Masih Belum di bahas Silahkan Berikan Komentar Ada di Bawah ini dan Berikan komentar anda Mengenai tentang isi Cerita diatas ini..
Saya Ucapkan Trimakasih Atas Kunjungannya ...
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.